my video

Kamis, 18 September 2014

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara



Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Daftar isi
Dasar Hukum APBN
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan mengenai keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Bunyi pasal 23:
ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”.
Struktur APBN
Secara garis besar struktur APBN adalah :
Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pendapatan Negara
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pendapatan Negara
Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
  • indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi;
  • kebijakan pendapatan negara;
  • kebijakan pembangunan ekonomi;
  • perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;
  • kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya.
Penerimaan Perpajakan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penerimaan Perpajakan
  • Pendapatan Pajak Dalam Negeri
    1. pendapatan pajak penghasilan (PPh)
    2. pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
    3. pendapatan pajak bumi dan bangunan
    4. pendapatan cukai
    5. pendapatan pajak lainnya
  • Pendapatan Pajak Internasional
    1. pendapatan bea masuk
    2. pendapatan bea keluar
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penerimaan Negara Bukan Pajak
  • Penerimaan sumber daya alam
    1. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas)
    2. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas)
  • Pendapatan bagian laba BUMN
    1. pendapatan laba BUMN perbankan
    2. pendapatan laba BUMN non perbankan
  • PNBP lainnya
    1. pendapatan dari pengelolaan BMN
    2. pendapatan jasa
    3. pendapatan bunga
    4. pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi
    5. pendapatan pendidikan
    6. pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
    7. pendapatan iuran dan denda
  • pendapatan BLU
    1. pendapatan jasa layanan umum
    2. pendapatan hibah badan layanan umum
    3. pendapatan hasil kerja sama BLU
    4. pendapatan BLU lainnya
Belanja Negara
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Belanja Negara
Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
  • asumsi dasar makro ekonomi;
  • kebutuhan penyelenggaraan negara;
  • kebijakan pembangunan;
  • resiko (bencana alam, dampak kirisi global)
  • kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta target volume BBM bersubsidi.
Belanja Pemerintah Pusat
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Belanja Pemerintah Pusat
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :
  1. fungsi pelayanan umum
  2. fungsi pertahanan
  3. fungsi ketertiban dan keamanan
  4. fungsi ekonomi
  5. fungsi lingkungan hidup
  6. fungsi perumahan dan fasilitas umum
  7. fungsi kesehatan
  8. fungsi pariwisata
  9. fungsi agama
  10. fungsi pendidikan
  11. fungsi perlindungan sosial
Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah
  1. belanja pegawai
  2. belanja barang
  3. belanja modal
  4. pembayaran bunga utang
  5. subsidi
  6. belanja hibah
  7. bantuan sosial
  8. belanja lain-lain
Transfer ke Daerah
Rincian anggaran transfer ke daerah adalah :
  • Dana Perimbangan
    1. Dana Bagi Hasil
    2. Dana Alokasi Umum
    3. Dana Alokasi Khusus
    4. Dana Otonomi Khusus
  • Dana Otonomi Khusus
  • Dana Penyesuaian
Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
  • asumsi dasar makro ekonomi;
  • kebijakan pembiayaan;
  • kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :
  • Pembiayaan perbankan dalam negeri
  • Pembiayaan nonperbankan dalam negeri
    1. Hasil pengelolaan aset
    2. Surat berharga negara neto
    3. Pinjaman dalam negeri neto
    4. Dana investasi pemerintah
    5. Kewajiban penjaminan
Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi :
    1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
    2. Penerusan pinjaman
    3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Asumsi dasar makro APBN
Asumsi dasar makro ekonomi sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar tersebut adalah :
  • pertumbuhan ekonomi,
  • inflasi,
  • tingkat bunga SPN 3 bulan,
  • nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,
  • harga minyak
  • produksi/lifting minyak
  • lifting gas.
Siklus APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang[1]. Ada 5 tahapan pokok dalam satu siklus APBN di Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima) dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif), dan tahap kelima pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai berikut:
Perencanaan dan penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan (APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran. Tahap perencanaan dimulai dari:
  • penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional
  • Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan anggaran
  • Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi
kebutuhan dananya
  • Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan;
  • K/L menyusun rencana kerja (Renja);
  • Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;
  • Rancangan awal RKP disempurnakan;
  • RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR; (9) RKP ditetapkan.
Tahap penganggaran dimulai dari:
  • penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;
  • penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran K/L;
  • penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);
  • penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan undang-undang tentang APBN;
  • penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang APBN kepada DPR.
Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember 2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.
Pelaporan dan Pencatatan APBN
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan.
Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli. Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
  • Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
  • Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
  • Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
  • Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
  • Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
  • Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
  • Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
  • Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
  • Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
  • Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
  • Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
  • Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
Azas penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:
  • Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
  • Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
  • Penajaman prioritas pembangunan
  • Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara
Daftar Ringkasan APBN
Tahun Anggaran
RAPBN [2]
Rp1.762,3 triliun
Rp2.019,9 triliun
Rp257,6 triliun
APBN-P [3]
Rp1.635,4 triliun
Rp1.876,9 triliun
Rp241,5 triliun
APBN [4]
Rp1.667,1 triliun
Rp1.842,5 triliun
Rp175,4 triliun
APBN-P [5]
Rp1.502,0 triliun
Rp1.726,2 triliun
Rp224,2 triliun
APBN[6]
Rp1.529,7 triliun
Rp1.683,0 triliun
Rp153,3 triliun
APBN-P [7]
Rp1.358,2 triliun
Rp1.548,3 triliun
Rp190,1 triliun
APBN [8]
Rp1.311,4 triliun
Rp1.435,4 triliun
Rp124,0 triliun
APBN-P [9]
Rp1.169,9 triliun
Rp1.320,8 triliun
Rp150,8 triliun
APBN [10]
Rp1.104,9 triliun
Rp1.229,6 triliun
Rp124,7 triliun
APBN-P[11]
Rp992,4 triliun
Rp1.126,1 triliun
Rp133,8 triliun
APBN[12]
Rp949,7 triliun
Rp1.047,7 triliun
Rp98,0 triliun
APBN-P [13]
Rp871,0 triliun
Rp1.000,8 triliun
Rp129,8 triliun
APBN[14]
Rp985,7 triliun
Rp1.037,1 triliun
Rp51,3 triliun
APBN-P [15]
Rp895,0 triliun
Rp989,5 triliun
Rp94,5 triliun
APBN[16]
Rp781,4 triliun
Rp854,7 triliun
Rp73,3 triliun
Keterangan :      Defisit
Referensi
9.      ^ http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2011/11TAHUN2011UU.pdf Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011]
Lihat pula

Artikel bertopik ekonomi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara





Sumber : WIKIPEDIA, Ensiklopedia Bebas